Berniat Berkah Paolo Rossi

TAHUN ini merupakan tahun yang penuh duka bagi dunia menggampar bola. Kita bukan hanya kudu kehilangan mahabintang Diego Armando Maradona yang meninggal karena serangan dalaman. Rabu lalu, dunia sepak bola kehilangan lagi salah satu kartika besarnya, Paolo Rossi.

Sebelum Maradona menjelma bintang di ajang Piala Dunia 1986, Rossi menjadi bintang di kejuaraan empat tahun sebelumnya pada Spanyol. Para pecinta sepak bola dibuat terpana oleh penyerang tim Azzurri Italia itu yang tidak hanya memiliki kecepatan, melainkan selalu cerdas dalam mengambil posisi serta akhirnya membawa kemenangan bagi tim.

Beker Dunia 1982 sebenarnya merupakan ajang bagi tim ‘Samba’ Brasil. Orang sebenarnya menunggu kehadiran bintang terakhir yang dijuluki sebagai ‘Pele putih’, yakni Zico. Bahkan Argentina dengan empat tahun sebelumnya merebut gelar juara membawa pemain muda berbakat, Maradona.

Dari Eropa sendiri, banyak orang lebih melihat Jerman (Barat) dengan merupakan juara Eropa 1980 secara Karl-Heinz Rummenigge sebagai bintangnya. Atau Prancis yang ketika itu menampakkan sepak bola indah dengan Michel Platini sebagai magnetnya.

Namun, Italia menegasikan semua itu dan Rossi menjadi bintangnya. Ia bukan hanya menjadi pemain yang merebut sepatu aurum sebagai pencetak gol terbanyak, bukan hanya merebut bola emas jadi pemain terbaik, melainkan juga membaktikan Piala Dunia yang ketiga kalinya bagi Azzurri.

Pele memasukkan nama Rossi ke dalam 125 bintang besar sepak bola. Ia merupakan pemain ketiga setelah Garrincha (Piala Dunia 1962) dan Mario Kempes (Piala Dunia 1978) yang menyabet 3 gelar di ajang Piala Negeri.

Padahal, menjelang Piala Dunia 1982, tanda Rossi nyaris tenggelam. Kasus uang sogok yang merebak di Seri A Italia membawa Rossi menjadi lupa satu aktor, dan ia kendati harus menjalani skors di gerak yang menjadi pilihan hidupnya. Hanya karena kenekatan pelatih Azzurri, Enzo Bearzot, untuk membawa Rossi ke Spanyol mampu mengubah dia from zero to hero .

Gaya Rossi

Secara tinggi badan 1, 78 meter, Rossi sepertinya merupakan pemain yang malas ketika berada di lapangan. Sangat jarang ia berada dalam tengah permainan untuk memperebutkan bola. Akan tetapi, ketika kesempatan tersedia di depan matanya, Rossi bertukar menjadi penyerang yang menakutkan.

Kita tidak pernah akan bisa lupa, di dalam empat pertandingan pertama di Beker Dunia 1982, Rossi tidak menunjukkan permainan yang pantas membuat orang melihatnya sebagai pemain hebat. Pers Italia pun mengkritik keras Bearzot yang membawa Rossi ke Spanyol dan menyebutnya sudah kehilangan kekuatan.

Tetapi, saat menghadapi Brasil pada pertandingan penyisihan grup yang menentukan, Rossi tampil sebagai pahlawan. Ia mewujudkan hattrick untuk membuyarkan harapan tim ‘Samba’ dengan kemenangan 3-2. Di semifi nal menghadapi Polandia, Rossi kembali menjadi penentu kemenangan dengan mempersembahkan dua gol kemenangan bagi Italia.

Modal dua pertandingan itu membina Rossi tidak tertahankan. Di musabaqah puncak menghadapi Jerman Barat, dia menyumbangkan satu gol untuk mendatangkan Italia menang 3-1 dan ke-3 kalinya menjadi juara dunia.

Sekitar 17 tahun kemudian, sosok Rossi seakan menjelma di Manchester United. Dalam final Piala Champions 1999, ‘Setan Merah’ berada di ujung tanda. Mereka tak hanya ter tinggal 0-1, tetapi pertandingan tinggal tertinggal 23 menit lagi. Di pusat kondisi kritis, pelatih Alex Ferguson membuat putusan berani. Ia mengakui keluar Jesper Blomqvist dan Andy Cole dan memasukkan Teddy Sheringham dan Ole Gunnar Solskjaer.

Di lupa pendukung ‘Setan Merah’, Solskjaer lumrah sebagai super-subs. Ia merupakan pemain pengganti yang bisa mengubah permainan dan hasil pertandingan. Bukan cuma postur tubuhnya, gaya permainan Solskjaer mengingatkan pencinta sepak bola kepada sosok Rossi.

Solskjaer sering terlihat malas dalam mencari bola, tetapi ketika bola ada di kakinya, ia bisa berubah menjadi penyerang dengan menakutkan.

Hampir mirip dengan cara Rossi mencetak gol ketiganya ke tiang Brasil di Piala Dunia 1982, begitu pulalah Solskjaer membawa kemajuan bagi ‘Setan Merah’. Dia menceploskan bola di tengah kemelut di depan gawang Oliver Kahn sesudah tendangan penjuru David Beckham dibelokkan sundulan kepala Sheringham. Manchester United pun merebut Piala Champions buat kedua kalinya.

Mengulang

Pertanyaan besar sekarang, mampukah Solskjaer mendatangkan kembali berkah Rossi ke Manchester United? Di tengah pil getir yang harus ditelan setelah tersingkir dari ajang Liga Champions, Solskjaer yang kini dipercaya menangani ‘Setan Merah’ dituntut untuk tidak membengkalaikan tim asuhannya terus terbenam di dalam kekalahan.

Dini hari nanti, Solksjaer bertemu tantangan yang tidak mudah sebab pasukannya harus menjamu klub tetangga, Manchester City. Lebih dari semata-mata menang atau kalah, ini merupakan pertandingan penuh gengsi.

Kemenangan di Theater of Dreams sangat dibutuhkan Solskjaer buat mengembalikan kepercayaan diri tim dan mengukuhkan keberadaan dirinya di Old Trafford.

Salah satu yang bisa menyelamatkan ‘Setan Merah’ ialah pemain kawakan E dinson Cavani. Pemain asal Uruguay ini memiliki kematangan & insting mencetak gol yang intelek. Saat menghadapi Southampton, Cavani membuktikan kualitasnya dengan menyumbangkan dua gol untuk menyelamatkan Manchester United sebab kekalahan.

Saat menghadapi RB Leipzig, di Selasa lalu, absennya Cavani kudu dibayar mahal. Solskjaer sangat meminta Cavani bisa pulih dari luka dan bisa tampil dini hari nanti.

Bersama Anthony Martial kalau serupa siap tampil, dia bisa menjadi modal besar untuk menjebol gawang Ederson.

Di musim lalu, Martial menciptakan mimpi buruk bagi Josep Guardiola. Gol indah penyerang asal Prancis itu menjadi pembuka kemenangan ‘Setan Merah’ dan membawa Solskjaer menjadi pelatih yang paling banyak membuat Guardiola menelan pil pahit.

Kehadiran kembali gelandang bertahan asal Brasil, Fred, akan membuat keseimbangan tim lebih solid. Solskjaer pantas memberi kesempatan kepada Paul Pogba menjadi jangkar bersama Fred. Dalam dua pertandingan terakhir, Pogba selalu memberi sokongan positif kepada tim.

Pogba yang ditarik dari Juventus untuk mengangkat ‘Setan Merah’, jarang diberi kesempatan hadir sebagai starter. Inilah yang memproduksi gelandang asal Prancis ini frustrasi dan mulai disebutsebut untuk kembali ke Juve pada musim pendahuluan.

Kekuatan City berada di lapangan pusat dengan Ke vin De Bruyne sebagai pilarnya. Bersama Rodri Hernandez dan Ilkay Guendogan atau Bernando Silva, De Bruyne akan mampu mengendalikan permainan lawan apabila diberi kebebasan untuk bermanuver.

Peran Fred dan Pogba menjadi sangat menentukan buat mencegah City bisa mengatur waktu permainan. Bahkan, bukan mustahil Solskjaer mengorbankan Pogba untuk menempatkan Scott McTominay demi merusak irama pertunjukan City karena pemain asal Skotlandia itu lebih tidak mengenal persetujuan. Persaingan antara De Bruyne & Bruno Fernandes menarik juga buat ditunggu.

Siapa yang lebih cerdas buat menghindar dari tekanan pemain lawan akan menjadi penentu kemenangan.

City kira-kira tidak diperkuat Sergio Aguero karena belum pulih dari cedera. Gabriel Jesus mendapat kesempatan untuk menjelma starter bersama Raheem Sterling dan Riyad Mahrez.

Pekerjaan berat harus dipikul Harry Maguire dan kawankawan buat mengawasi pergerakan para pemain tamu yang dikenal haus gol. David de Gea sangat diharapkan bisa menampilkan permainan terbaik untuk menjaga nama besar ‘Setan Merah’.