Subsidi Energi Harus Mudahkan Akses Golongan Miskin
KEBIJAKAN sumbangan energi yang selama ini berjalan masih menuai banyak masalah. Klan miskin masih sulit mengakses bantuan subsidi energi seperti BBM, listrik, dan LPG. Saatnya, memastikan fasilitas akses bagi kelompok miskin di dalam mengakses subsidi energi.
Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR MENODAI Wahyu Sanjaya mengemukakan hal ini saat menggelar pertemuan dengan rentetan Pemerintah Kota Cirebon, di Cirebon, Jawa Barat, Senin (1/2/2021).
Kebijakan sumbangan di Indonesia diharapkan dapat menetapkan kelompok masyarakat miskin tetap memiliki akses terhadap pelayanan publik, pendirian ekonomi, dan sosial.
Selalu ada ketaknormalan, kata legislator asal Palembang ini, dalam praktik subsidi. Kelompok yang disasar kebijakan subsidi selalu saja mengalami disorientasi dan jatuh ke kelompok yang tidak berhak menerima subsidi.
“Ketimpangan dalam pengalokasian sasaran penyambut subsidi energi yang terus berulang merupakan permasalahan yang harus kita selesaikan bersama, ” imbuh Wahyu.
Perlu ada penelaahan secara menyeluruh, sambung politikus Kelompok Demokrat ini, dengan pihak-pihak terkait. Dimulai dari pemerintah sebagai pencuri kebijakan, badan usaha sebagai pemangku atau distributor, dan kelompok bangsa sebagai pengguna subsidi energi. Disampaikannya, subsidi energi di Indonesia dalam satu dekade terakhir mencapai nilai lebih dari Rp100 triliun di setiap tahun.
Dalam APBN tahun 2021 saja, subsidi energi dialokasikan sejumlah Rp110. 512, 2 miliar yang terdiri atas subsidi jenis BBM tertentu, LPG tabung 3 kg sebesar Rp56. 924, 9 miliar, dan subsidi listrik sebesar Rp53. 587, 3 miliar.
“Dalam konteks bilangan angka subsidi itu, maka semasa bertahun-tahun, subsidi energi menjadi satu diantara beban fiskal yang signifikan bagi Pemerintah Indonesia, ” ungkap Anggota Komisi II DPR itu.
Wahyu meneruskan, rerata pengeluaran subsidi konsumen sekadar sudah mencapai sekitar 3, satu persen dari PDB tahunan bohlam tahun fiskal. Biaya ini menyebabkan ketidakstabilan makro ekonomi dan mengarah membebani belanja pembangunan.
“Di Indonesia kecendekiaan subsidi merupakan instrumen kebijakan fiskal dalam menjaga pemerataan akses ekonomi dan pembangunan, ” ujar Wahyu lagi.
Pada titik ini, subsidi sebenarnya untuk melakukan koreksi terhadap ketidaksempurnaan pasar atau market imperfectionist. Dalam regulasinya, sumbangan energi memang diperuntukkan bagi klub miskin. Dan BAKN DPR RI mengambil peran pengawasan terhadap semua kebijakan anggaran subsidi, termasuk subsidi energi yang kini sedang menjadi perhatian BAKN DPR. (RO/OL-09)