Promotor Minta Asuransi untuk Batalnya Acara Akibat Covid
PANDEMI yang belum juga tenang membuat industri pertunjukan situ merasa terpuruk. Upaya untuk bangkit melalui pertunjukan daring dikatakan para pelaku industri tidak mudah dilakukan sebab sulitnya menjual acara itu. Demikian beberapa hal dengan mengemuka dalam acara konvensi virtual Blok M Music Conference 2021 bertajuk Menduduki Hari Dikabulkannya Perizinan Konser Offline, yang disiarkan secara daring melalui kanal Youtube M Bloc Space, Selasa (9/3).
Kepala Direktur Java Festival Production (JFP) Dewi Gontha menepis jika industri hiburan bisa beralih ke konsep presentasi yang lebih tertutup layaknya pertandingan olahraga tanpa penonton. “Beda kami dengan gerak, olahraga itu bertanding secara lawan. TV akan sedia membeli program. Sementara dalam musik, interaksi dengan penontonnya, energinya dari situ. Kalau kami mau jual ke tv, TV mana dengan mau beli atau tukar seperti bola? ” Sekapur Dewi.
Dengan status industri yang demikian oleh karena itu Dewi mengungkapkan jika para promotor lebih memilih melaksanakan sistem protokol kesehatan (prokes) yang lengkap agar bisa tetap menggelar konser luring. Salah satu prokes tambahan yang mereka persiapkan ialah sistem pelacakan (tracing) mobililasi penonton di lokasi konser.
Sayangnya, menurut Dewi, sistem itu belum memiliki dukungan pihak-pihak yang berkuasa. Di sisi lain, prokes CHSE (Cleanliness, Health, Safety, dan Environment) yang diperkenalkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) kepada pabrik pariwisata dan hiburan, menurutnya, masih terlalu umum.
“Ada CHSE yang didesain Kemenparekraf. Tapi tersebut sangat generik. Ketika sudah presentasikan konsep yang kami tawarkan, tidak ada yang mau tanda tangan. Sungguh memang ini banyak institusi yang terkait, bukan utama saja yang menyetujui, ” lanjut Dewi.
Dia pun berharap agar negeri bisa memberikan dukungan bertambah konkret di saat industri hiburan dan pertunjukan diminta untuk bangkit. Salah mulia dukungan yang dinilai istimewa adalah asuransi jika kegiatan pertunjukan yang telah diberi izin dan menjalankan prokes, dibatalkan karena pandemi. Asuransi itu dirasa penting demi keberlangsungngan industri pertunjukan.
“Para asosiasi pelopor di Eropa bekerja, itu bikin line up, sudah mulai kerja. Di Eropa itu misalnya untuk penonton disesuaikan kondisinya per praja. Kami juga mau mulai bekerja, tetapi dukung selalu. Solusi sifatnya yang pasti, biar bisa mulai bergerak. Asuransi pembatalan acara karena covid itu tidak ada (di Indonesia). Karena membentuk sebagai pelaku harus tiba di depan, termasuk pembayaran. Kalau di tengah ancang-ancang kondisinya berubah, ” tuturnya.
Di beberapa negeri, seperti di Jerman, asuransi dari pemerintah untuk pertunjukan yang dibatalkan karena pandemi memang sudah. Namun, penerapan asuransi itu diiringi juga dengan ketatnya persyaratan penyelanggaraan pertunjukan yang kemudian pula sulit diikuti oleh para promotor.
Sementara itu, CEO promotor Rajawali Indonesia Anas S. Alimi mengatakan saat ini para pihak promotor tengah bertukar pikiran dengan berbagai pihak demi keberlangsungan industri pertunjukan. Anas mengatakan, pihaknya sudah duduk bersama dengan Kementerian Turisme dan Ekonomi Kreatif, Satgas covid, Kemenkes, dan kepolisian. Namun, kabar terbaru terpaut aturan yang diberlakukan buat bisa dilakukan konser luring, masih menunggu waktu. (M-1)
